Jumat, 04 Januari 2013

2013


Tahun berganti. Tanpa hura-hura, tanpa kembang api, tanpa jagung atau ayam bakar. Pergantian tahun tertelan oleh hujan semalaman yang dingin. Langit membatalkan seribu rencana pesta-pora di tanah ini. Kabar baik bagi orang-orang yang tak suka kebisingan.

Sejenak roda masa lalu berputar, membayang di depan mataku. Terlalu banyak hal besar bagiku yang terjadi setahun belakangan. Tahun yang menghadirkan sebuah resolusi besar bagi hati, jiwa dan ragaku. Tahun pendewasaan, tahun pematangan, tahun pembelajaran. Hingga kini, pemahamanku mengenai hidup naik satu tingkat dari sebelumnya. Hal baik dan hal buruk pun terjadi bersamaan. Hal baiknya, aku menjadi belajar tentang banyak hal tentang hidup. Hal buruknya, aku menjadi sadar bahwa hidup itu keras, bahwa dunia itu kejam. Dan akupun sampai pada salah satu defenisi kedewasaan. Dewasa, sama dengan kesadaran bahwa hidup itu tidaklah mudah.

Terlalu banyak tangis yang pecah dari mata ini. entah itu karena begitu cengengnya aku, atau memang karena hidup akhir-akhir ini yang memang semakin sulit. Atau juga karena hatiku yang memang terlalu rapuh. Namun semakin kesini aku juga semakin paham, akan hal-hal mana yang patut dan tak patut untuk aku tangisi. Aku semakin mengerti mana tangis yang akan melemahkan aku, dan mana tangis yang justru menguatkan. Mana tangis yang berarti, mana tangis yang hanya sampah. Bodohnya aku yang pernah menangisi hal-hal bodoh..

Awalnya aku bagai perahu yang tak punya kemudi. Terombang-ambing kesana kemari mengikuti maunya ombak. Tak punya pendirian, selalu plin-plan dan mudah terbawa arus emosi. Pikiranku seringkali tak terkendali, sering terlupa akan prioritas, terlalu terfokus pada hal-hal yang ‘tak penting’. Aku lupa akan amanah nomor satu yang harus aku pikirkan dengan serius. Membuatku sesaat kehilangan arah, tanpa tujuan. Hingga sebuah perahu lain hadir begitu saja di hadapanku. Perahu lain dengan sebuah kemudi yang cukup memadai. Ia tak sungkan mengaitkan talinya pada perahuku, menuntunku pada alur yang seharusnya. Mencarikan aku jalan untuk dapat menemukan tujuan yang hilang. Hingga kini aku tau mana jalan yang harus aku tempuh, dan mana jalan yang harus aku tinggalkan. Yang membuatku bertahan teguh menghadang badai. Yang membuatku dapat terus bersabar hingga nantinya tuhan mempertemukan aku dengan “pengemudi kapal” terbaik. Walau tak semua sifat jelek yang kumiliki bisa kuubah, namun aku tetap akan berusaha menjadi yang lebih, lebih, dan lebih baik lagi.

Hidup itu keras, itulah yang aku pelajari dari jalanan yang sering ku lewati setahun ini. hidup itu terasa begitu sulitnya bagi sebagian orang, namun terasa begitu mudahnya bagi sebagian yang lain. Aku paham, disini aku memasuki tahap pengujian kesabaran. Karena orang-orang dewasa adalah orang-orang yang kesabarannya telah teruji. Aku terbentur dengan penyakit yang terkadang melunturkan semua semangat yang susah payah aku bangun. Masalah klasik tentang ekonomi keluarga-ku juga seringkali terasa menyesakkan. Peluh ayah-ku, tangis ibu-ku, tawa adik2-ku... bagaimana mungkin aku menggadaikan itu semua dengan kegalauan ala anak muda yang tak tentu arah? Aku harus menjadi dewasa, bagaimanapun caranya. Aku harus membayar pengorbanan keluargaku dengan hasil yang membanggakan. Harga mati yang harus aku bayar. Kalau sudah begini, bagaimana bisa aku terus bergumul dengan masalah kanak-kanak? Aku tersadar, sekarang aku bahkan tak punya waktu untuk memikirkan tentang romantika.

Seseorang kerapkali menyebutku ‘egois’ dalam suatu hal. Entahlah, mungkin memang ada benarnya juga. Dalam konteks ‘itu’, semakin kemari aku semakin egois saja. Semakin tak mau mengerti tentang orang itu, semakin menyempitkan ruang di hati dan pikiranku untuk orang itu. Saat kata-kata ‘egois’ itu ia sematkan padaku, hmm.. walau ada sedikit rasa tak enak, namun aku sama sekali tak merasa sedih. Karena orangtua-ku, justru bertolak belakang dengan dia. Orangtua-ku bilang, aku yang sekarang bukan lagi gadis kecil yang cengeng dan egois seperti dulu. Orangtua-ku bilang, aku semakin jauh lebih pengertian dan kuat dibandingkan dulu. Orangtua-ku, dan orang-orang yang jauh lebih mengenalku, berkali-kali mengatakan bahwa aku kini sudah mulai dewasa. Dan itu semua sudah cukup untuk menjadi energi keoptimisan bagiku. Seseorang itu, hanya belum tau saja, apa yang sedang aku hadapi belakangan ini. Aku mengerti kenapa ia-pun menjadi sulit untuk mengerti. Jalan hidup yang harus aku tempuh tak-lah semudah jalan hidupnya.

Yah.. tahun telah berganti. Banyak hal yang telah terjadi, hal baik atau-pun hal buruk. Semuanya menjadi penempaan bagi diriku. Aku tahu aku masih jauh dari yang namanya sempurna, dan tak akan pernah menjadi sempurna. Tapi di tahun yang baru ini, aku akan menjadi pribadi yang baru. Dengan semangat dan kekuatan yang baru. Masa lalu-ku, akan aku tinggalkan semuanya di belakang. walau tak ada seorang-pun yang menjanjikannya padaku, tapi aku yakin di depan sana ada masa depan yang cerah akan menyinari hidupku. Aku yakin, masa-masa yang semakin sulit kelak akan terbayar. Aku akan menjadi zahrah nurfadhilah yang baru, sebagai anak yang lebih membanggakan, sebagai kakak yang dapat menjadi uswatun hasanah bagi adik2ku, sebagai sahabat yang lebih baik. Sebagai gadis tangguh, untuk menjadi pasangan bagi seseorang yang tangguh juga nantinya.

Tanganku kini mungkin memang masih kosong. Tapi di tahun-tahun selanjutnya, aku pastikan akan ada mimpi yang dapat aku genggam!


Read More »»