Tahun berganti. Tanpa hura-hura, tanpa kembang api, tanpa
jagung atau ayam bakar. Pergantian tahun tertelan oleh hujan semalaman yang
dingin. Langit membatalkan seribu rencana pesta-pora di tanah ini. Kabar baik
bagi orang-orang yang tak suka kebisingan.
Sejenak roda masa lalu berputar, membayang di depan mataku.
Terlalu banyak hal besar bagiku yang terjadi setahun belakangan. Tahun yang
menghadirkan sebuah resolusi besar bagi hati, jiwa dan ragaku. Tahun
pendewasaan, tahun pematangan, tahun pembelajaran. Hingga kini, pemahamanku
mengenai hidup naik satu tingkat dari sebelumnya. Hal baik dan hal buruk pun
terjadi bersamaan. Hal baiknya, aku menjadi belajar tentang banyak hal tentang
hidup. Hal buruknya, aku menjadi sadar bahwa hidup itu keras, bahwa dunia itu
kejam. Dan akupun sampai pada salah satu defenisi kedewasaan. Dewasa, sama
dengan kesadaran bahwa hidup itu tidaklah mudah.
Terlalu banyak tangis yang pecah dari mata ini. entah itu
karena begitu cengengnya aku, atau memang karena hidup akhir-akhir ini yang
memang semakin sulit. Atau juga karena hatiku yang memang terlalu rapuh. Namun
semakin kesini aku juga semakin paham, akan hal-hal mana yang patut dan tak
patut untuk aku tangisi. Aku semakin mengerti mana tangis yang akan melemahkan
aku, dan mana tangis yang justru menguatkan. Mana tangis yang berarti, mana
tangis yang hanya sampah. Bodohnya aku yang pernah menangisi hal-hal bodoh..
Awalnya aku bagai perahu yang tak punya kemudi.
Terombang-ambing kesana kemari mengikuti maunya ombak. Tak punya pendirian,
selalu plin-plan dan mudah terbawa arus emosi. Pikiranku seringkali tak
terkendali, sering terlupa akan prioritas, terlalu terfokus pada hal-hal yang
‘tak penting’. Aku lupa akan amanah nomor satu yang harus aku pikirkan dengan
serius. Membuatku sesaat kehilangan arah, tanpa tujuan. Hingga sebuah perahu
lain hadir begitu saja di hadapanku. Perahu lain dengan sebuah kemudi yang
cukup memadai. Ia tak sungkan mengaitkan talinya pada perahuku, menuntunku pada
alur yang seharusnya. Mencarikan aku jalan untuk dapat menemukan tujuan yang
hilang. Hingga kini aku tau mana jalan yang harus aku tempuh, dan mana jalan
yang harus aku tinggalkan. Yang membuatku bertahan teguh menghadang badai. Yang
membuatku dapat terus bersabar hingga nantinya tuhan mempertemukan aku dengan
“pengemudi kapal” terbaik. Walau tak semua sifat jelek yang kumiliki bisa
kuubah, namun aku tetap akan berusaha menjadi yang lebih, lebih, dan lebih baik
lagi.
Hidup itu keras, itulah yang aku pelajari dari jalanan yang
sering ku lewati setahun ini. hidup itu terasa begitu sulitnya bagi sebagian
orang, namun terasa begitu mudahnya bagi sebagian yang lain. Aku paham, disini
aku memasuki tahap pengujian kesabaran. Karena orang-orang dewasa adalah
orang-orang yang kesabarannya telah teruji. Aku terbentur dengan penyakit yang
terkadang melunturkan semua semangat yang susah payah aku bangun. Masalah
klasik tentang ekonomi keluarga-ku juga seringkali terasa menyesakkan. Peluh
ayah-ku, tangis ibu-ku, tawa adik2-ku... bagaimana mungkin aku menggadaikan itu
semua dengan kegalauan ala anak muda yang tak tentu arah? Aku harus menjadi
dewasa, bagaimanapun caranya. Aku harus membayar pengorbanan keluargaku dengan
hasil yang membanggakan. Harga mati yang harus aku bayar. Kalau sudah begini,
bagaimana bisa aku terus bergumul dengan masalah kanak-kanak? Aku tersadar,
sekarang aku bahkan tak punya waktu untuk memikirkan tentang romantika.
Seseorang kerapkali menyebutku ‘egois’ dalam suatu hal.
Entahlah, mungkin memang ada benarnya juga. Dalam konteks ‘itu’, semakin kemari
aku semakin egois saja. Semakin tak mau mengerti tentang orang itu, semakin
menyempitkan ruang di hati dan pikiranku untuk orang itu. Saat kata-kata
‘egois’ itu ia sematkan padaku, hmm.. walau ada sedikit rasa tak enak, namun
aku sama sekali tak merasa sedih. Karena orangtua-ku, justru bertolak belakang
dengan dia. Orangtua-ku bilang, aku yang sekarang bukan lagi gadis kecil yang
cengeng dan egois seperti dulu. Orangtua-ku bilang, aku semakin jauh lebih
pengertian dan kuat dibandingkan dulu. Orangtua-ku, dan orang-orang yang jauh
lebih mengenalku, berkali-kali mengatakan bahwa aku kini sudah mulai dewasa. Dan
itu semua sudah cukup untuk menjadi energi keoptimisan bagiku. Seseorang itu,
hanya belum tau saja, apa yang sedang aku hadapi belakangan ini. Aku mengerti
kenapa ia-pun menjadi sulit untuk mengerti. Jalan hidup yang harus aku tempuh
tak-lah semudah jalan hidupnya.
Yah.. tahun telah berganti. Banyak hal yang telah terjadi,
hal baik atau-pun hal buruk. Semuanya menjadi penempaan bagi diriku. Aku tahu
aku masih jauh dari yang namanya sempurna, dan tak akan pernah menjadi
sempurna. Tapi di tahun yang baru ini, aku akan menjadi pribadi yang baru.
Dengan semangat dan kekuatan yang baru. Masa lalu-ku, akan aku tinggalkan
semuanya di belakang. walau tak ada seorang-pun yang menjanjikannya padaku,
tapi aku yakin di depan sana ada masa depan yang cerah akan menyinari hidupku.
Aku yakin, masa-masa yang semakin sulit kelak akan terbayar. Aku akan menjadi
zahrah nurfadhilah yang baru, sebagai anak yang lebih membanggakan, sebagai
kakak yang dapat menjadi uswatun hasanah bagi adik2ku, sebagai sahabat yang
lebih baik. Sebagai gadis tangguh, untuk menjadi pasangan bagi seseorang yang
tangguh juga nantinya.
Tanganku kini mungkin memang masih kosong. Tapi di
tahun-tahun selanjutnya, aku pastikan akan ada mimpi yang dapat aku genggam!