Sabtu, 22 Juni 2013

berubah

Semua orang berubah, satu persatu, menjadi sesuatu yang baru, menjadi sosok lain yang tak lagi aku kenali. Sebegitu mengerikannya kah hidup ini? hingga terkadang mengikis ‘jiwa’ seseorang, menenggelamkan sebuah jati diri, memaksa untuk menjadi orang lain. Mereka bilang ini hal yang sangat wajar, waktu memang bisa berbicara banyak. Mengubah semua cerita, membolak-balikkan takdir. Tapi entah kenapa, aku, menjadi satu-satunya orang yang tak mengerti.

Satu-satunya yang masih terjebak dengan cerita lama. Satu-satunya yang merasa yakin mereka semua masih sama, seperti dulu, saat tawaku masih berderai bersama mereka. Aku pikir waktu hanya membekukan kehangatannya sementara, saat jarak kembali dekat, semua bisa mencair kembali. Hal yang dulu terasa lucu bagiku dan mereka, kukira masih akan tetap terasa lucu hingga sekarang. Ya, aku kira, karena ternyata aku salah. Semua orang telah berubah, satu persatu.

Apa waktuku yang berputar begitu lambat? Tak bisa menyamai mereka. Tak mengerti asbab perubahan-perubahan mereka. Mereka yang dulu, yang aku kenal dengan baik, kini tiba-tiba hilang entah kemana. Saat kutemui wujudnya, wajahnya masih sama, senyum mereka masih sama, namun jiwa mereka terasa seperti orang lain. Yang dulu hangat, entah mengapa kini menjadi dingin. Yang dulu memiliki senyum ceria, entah mengapa kini menjadi begitu serius. Yang dulu berprinsip, entah mengapa kini mudah tergoyahkan. Mendadak aku rindu sosok-sosok mereka yang dulu.


Atau mungkin, aku satu-satunya orang yang tak menyadari bahwa aku pun berubah. Berubah entah menjadi apa, entah seperti apa. Apa dewasa itu artinya menjadi sosok yang lain? apa itu alasannya mengapa orang dewasa begitu berbeda dengan anak-anak? Karena waktu memang punya hak untuk berbicara banyak? Lagi dan lagi, aku tak mengerti. Sama tak mengertinya saat tak lagi aku temui sosok yang ‘dulu’ dalam dirimu. Ya.. semua orang memang berubah, entah semakin baik, atau semakin buruk.


Read More »»

Rabu, 12 Juni 2013

gak ngerti lagi -__-

Gak ngerti lagi. Aku sendiri gak bisa lagi ngertiin orang yang namanya zahrah itu *nunjuk diri sendiri. Ini udah yang ke berapa kali? Ngelakuin sesuatu itu rasanya penasaran aja kalo gak pake embel-embel ceroboh. Entah apa yang salah, Isi otakku kah? Ada synapsis yang gak tersambung dengan baikkah? Atau emang karena sel-sel neuron aku yang lemot? Aaaaaaaaaaaaa....! setiap ngelakuin hal bodoh berasa ingin ceburin diri ke sumur yang daleeeeem banget, atau berasa ingin jedukin kepala ke tembok sampai bagian yang salah dari isi otakku ini bisa bener. Aku sendiri bertanya-tanya, kenapa bisa ada spesies manusia macam orang iniiiiiii??! *ngeliatcermin

Sungguh, Allah itu Maha Baik banget, yang udah mengirimkan aku sahabat-sahabat dengan hati yang lapang seluas samudera pasifik. Sahabat-sahabat yang sabaaaar banget menghadapi aku yang penyakitnya bukan semakin sembuh, eh, malah semakin bertambah setiap harinya. Hingga aku selalu punya temen dalam menghadapi setiap efek negatif dari kebodohan yang aku lakukan sendiri. bahkan sering banget mereka ini ikut terimbas efek negatif dari kebodohan yang aku buat, ikut rempong sana-sini nemenin aku memperbaiki kesalahan akibat kecerobohanku yang gak ada habis-habisnya. Kecerobohan demi kecerobohan yang demi menjaga aib, aku gak bakal menceritakan secara detil semuanya disini. haha..

Tadi, kasus lupa nyabut ATM dari mesin ATM itu terulang lagi. TERULANG LAGI sodara-sodara! What? Bisa-bisanya aku tahu disana ada lubang buaya, pernah kejebak disana, terus udah selamat dari sana, tapi dengan bodohnya aku masuk lagi ke lubang itu?!. Hufh, gak ngerti lagi. Gak ngerti lagi harus gimana dengan ini orang *nunjukdirisendirilagi*.  Untung kasus kali ini gak serempong sebelumnya, yang membuat aku harus ngurus ini dan itu agar kartuku kembali. Syukurlah tadi ada mbak-mbak berhati malaikat yang berbaik hati telah menyelamatkan ATM aku itu, walau isinya gak seberapa, tapi itu tetap aja duit cuy! Mau makan apa aku di tanah rantau ini kalau kiriman dari orangtua ludes gara-gara aku lupa nyabut ATMnya?? Hah! Aku bisa ngerti banget kenapa vita dan bety suka pengen nabok setiap kebodohan beruntun ini terjadi. Gemes pengen nyakar, pengen ngejambak, pengen ngebabak-belurin aku. Sekarang pun aku sedang bersiap diri, menyiapkan hati dan telinga untuk nerima ceramahan mereka di saat makan malam nanti .__.

Heran, gak tobat-tobat. Padahal baru aja kemarin aku dibuat mingkem sama vita dan bety, di ceramahin karena untuk yang kesekian kalinya aku lupa ngambil dompet yang biasanya aku simpen di keranjang sepeda (kalau pergi makan, terus lagi pake baju yang gak ada sakunya, biasanya narok dompetnya di keranjang sepeda). Lupa ninggalin gitu aja dompetnya di keranjang, dan sepedanya ditinggalin di parkiran, setelah selesai makan pas mau bayar, baru inget dompetnya masih disan .__.
Ish! Si zahrah mah! Gimana kalau ada yang ngambil coba?? Itu dompeeeet, isinya walau gak ada duitnya juga tetep aja penting! *kata-kata bety setiap sewot karena masalah ini.

Padahal udah diultimatum juga sama abang dokter sebelumnya, setiap keluar rumah, inget, bener-bener harus inget barang-barang penting yang dibawa. Dompet, kunci, hape. Boro-boro dah, kadang pergi ke kampus juga suka lupa kunci pintu kamar kosan. Pas pulang, suka kaget gitu ternyata kosan gak terkunci seharian. Hiks, aku harus gimanaaaaaaaaa??! T__T

ini semakin parah aja. Lupa, ceroboh, dan gampang dibohongin orang(udah, bagian yang ini gak perlu diceritain disini karena buanyak banget yang bikin malu!). sekarang aku ngerti kenapa dulu orangtua berat banget ngelepasin anak gadisnya -yang ternyata emang sangat mengkhawatirkan ini- hidup sendirian di negeri orang. Kalau kata abi mah, sasaran empuk untuk dihipnotis orang. Bahkan kalau pergi bareng adek pun, ummi suka bilang ke adek, “titip tuh, jagain tetehnya”. Kebalik kan seharusnyaaaa -_-


Pokoknya gak ngerti lagi! Gak ngerti lagi harus kayak gimana, gak ngerti lagi harus ngapain. Udah berusaha banget biar hidup bisa tenang, tapi entah itu dari arah yang mana, pasti selalu adaaaa aja hal bodoh yang gak sengaja aku lakukan terus akhirnya bikin hidup yang udah rempong ini semakin rempong. Duh, ya Allah, bener-bener pengen tobat T_T
Read More »»

Minggu, 09 Juni 2013

"She"

Sejak lahir, aku punya sahabat. Kami ditakdirkan untuk selalu bersama kapanpun dan dimanapun aku berada. Kami tumbuh bersama, belajar bersama, melakukan banyak hal bersama, bahkan menyukai orang yang sama. Tak pernah sekalipun terpisah. Dia yang menemaniku dikala susah maupun senang, dia-lah yang paling setia. Bahkan orangtuaku pun, menyebutku anak yang beruntung karena memiliki dia. Ya, mungkin dia memang anugrah terindah yang dikirimkan tuhan untuk menemani hidupku, karena tak semua orang yang bisa memiliki dia.

Dalam beberapa hal, kami ini memiliki banyak kesamaan. Mulai dari cara berpikir, cara memahami orang, hobby, pelajaran yang dibenci, makanan favorit, dan tipe cowok yang disukai. Banyak sekali hal yang sama-sama kami sukai, ataupun sama-sama tidak kami sukai. Bedanya, aku tumbuh dan dewasa menjadi anak heboh dan cukup supel (kata orang sih). Sedangkan dia, tumbuh menjadi sosok yang pendiam dan tertutup. Dia tak pandai bercakap dengan orang lain. Hanya beberapa orang saja yang bisa mengenalinya dengan baik, itupun aku yang menjadi perantaranya. Sebegitu tergantungnya dia padaku. Dulu, aku masih bisa memahaminya. Iya, dulu, selagi ia tak banyak menuntut seperti sekarang.

Selama dua tahun ini, dia sedikit banyaknya berubah dari yang aku kenal dulu. Entahlah, semakin kesini dia semakin banyak mengeluh, mengomel, menuntut ini dan itu. Mulai dari persoalan organisasiku di kampus, atau dunia akademik, hingga persoalan aku dengan orang-orang sekelilingku. Membatasi kebebasanku, menghalangiku melakukan hal-hal yang aku sukai. Di depan orang lain ia bisa tenang dan tak berulah, tapi saat hanya ada aku dan dia, keluarlah sifat aslinya itu. Sungguh menipu. Untunglah masih ada beberapa orang yang bisa mengenali sifat aslinya itu, hingga beberapa kali aku dikuatkan untuk menghadapinya. Semakin kesini aku jadi semakin tak mengerti, entah maunya apa. Bukankah dia adalah anugrah?

Disaat ia mengeluh dan mengomel, aku masih bisa meladeninya dengan tenang. Tanpa bermuka kusam, tetap bersikap riang seperti biasanya. Disaat ia menuntutku, terkadang aku jengah juga dengannya. Hingga hariku bisa kacau dibuatnya, tugas-tugasku tertunda, dan banyak deadline yang terabaikan, hanya untuk memenuhi tuntutannya itu. Karena aku jengah, terkadang kamipun terjebak dalam pertengkaran hebat. Yang membuatku hanya bisa menangis sendirian diatas kasur. Yang terkadang membuatku berpikir bahwa kehadiran dia dalam hidupku adalah sebuah ketidakberuntungan. Yang terkadang membuatku ingin segera berpisah, tak mau lagi bersahabat dengannya. Tapi mau bagaimana lagi? Hidupku pun tergantung padanya. Sebelum aku mati, aku tak akan pernah bisa berpisah dari dia.

Namun belakangan ini aku mencoba melapangkan hati. Mencoba untuk dewasa menghadapinya sebagai takdir hidupku. Mencoba untuk tetap tersenyum ketika dia kembali mulai menuntut ini dan itu. Mendengarkannya dengan tenang, saat ia berbicara sesuatu yang sebenarnya tak kumengerti. Sakit? Tentu, sakitnya masih sama. Bagaimanapun persahabatan tanpa adanya saling pengertian itu menyakitkan. Menyiksa hidup dan sering membuatku menangis. Tapi setidaknya belakangan aku semakin kuat, bisa menerimanya dengan apa adanya. Walau aku sendiri masih mencari, apa alasan dibalik anugrah ini. Kenapa aku yang harus bersahabat dengannya, kenapa hanya aku? Mungkin, kelak, entah diusiaku yang keberapa. Aku akan semakin mengerti dia dan menemukan alasan dibalik kehadirannya.


#Siapa dia? dialah, yang selalu berdetak tanpa henti. Agar aku dapat tetap hidup menikmati kefanaan yang ada di dunia ini.


Read More »»

Kamis, 06 Juni 2013

Motivasi dari Bang Tere Liye

Berawal dari novel yang judulnya “Hafalan Surat Delisa”, aku jadi suka banget dengan karya-karyanya bang Tere Liye. Semua karyanya punya sudut pandang yang gak biasa seperti penulis-penulis lainnya, bahasanya menyentuh tapi ringan untuk dibaca, dan selalu bikin aku berasa ikut terlibat dalam cerita setiap ngebaca karya-karyanya itu. Dan yang paling bikin aku suka adalah, semua karyanya punya nilai moril bahkan berisi ajaran-ajaran islam yang dengan hebatnya dapat beliau kemas secara unik. Dan menjadi sebuah keberuntungan tersendiri buatku, bisa bertemu dan belajar dari beliau hari ini >__<

Talkshow tentang ‘Kekuatan Sebuah Pena’, dengan narasumbernya bang Tere Liye. Makasih banget pokoknya mah buat BEM KM UGM yang udah bersusah payah mengadakan acara ini dan berhasil menghadirkan bang Tere di depan mata kepalaku sendiri. Perkiraan awal, aku kira bang Tere ini seperti seorang om-om yang dari tampilannya pun terlihat religius, ternyata aku salah. Agak kaget juga sebenernya tadi, pas tiba-tiba bang Tere muncul dari salah satu pintu dengan kostum anak muda ala boyband jaman sekarang. Wuiih, penulis religius yang gaul sekali! Pas melihat wajah beliau secara langsung, aku jadi teringat dengan salah satu tokoh utama di film korea “A Gentleman’s Dignity”, rada mirip-mirip gitu. Apalagi karena beliau matanya agak-agak sipit dan tampilannya yang seperti boyband itu, jadi terlihat semakin mirip! *oke gapenting*



Ada kata-kata beliau yang agak menohokku. Sebenarnya banyak sih kata-kata beliau yang menohok dan menyemangati, tapi satu kalimat ini bener-bener membuat aku tenggelam dalam rasa penyesalan. Bang Tere bilang, “Setiap orang dapat dikalahkan oleh waktu”. Jleb, jadi keinget aja udah bertahun-tahun waktu terbuang sia-sia tanpa ada prestasi yang ngebanggain, khususnya dalam hal menulis ini. Selalu punya keinginan untuk jadi penulis hebat yang terkenal, bisa menerbitkan buku yang best seller, dan juga menjadikannya dalam bentuk film >.< gaya-gayaan doang nempelin tekad itu di dinding biar termotivasi. Tapi prakteknya, masih moody banget. Bener-bener suatu hal yang sekarang aku sesali -_-

Padahal gak sedikit juga yang bilang, “kamu bakat nulis lho ra!”, “Tulisan kamu bagus zah!”, “Ayoo.. kirimin karya-karyanya ke penerbit!”, atau gini “aku mau deh jadi pembeli pertama buku karya kamu, ra”. Bahkan dulu juga guru Bahasa Indonesia aku pernah menyuruhku mengirimkan tugas cerpen yang aku kumpulkan, ke salah satu penerbit koran. Cerpenku bagus kata beliau, dan aku punya bakat untuk menulis. Heeem.. bener-bener gak ada unsur menyombong atau gimana, tapi aku bener-bener senang dan bangga dinilai seperti itu. Hanya saja... akunya yang gak pandai memanfaatkan apa yang orang-orang sekitar sebut dengan ‘bakat’ itu. Waktu terus aja berlalu, tanpa mengasah bakat, tanpa ada karya yang berarti, dan tanpa ada keberanian untuk mengirimkan karya-karyaku ke penerbit manapun. Seperti yang dikatakan bang Tere, aku telah terkalahkan oleh waktu.

Padahal bang Tere bilang, ingin jadi penulis itu butuh konsisten, tekun dan teguh. Menulis apa saja, tentang topik apa saja mulai dari yang ringan, sepele, atau bahkan gak penting. Tapi konsisten! Jangan pernah berhenti menulis walau tulisan kita pun tidak bisa sebaik tulisan-tulisan para penulis terkenal. tapi, hey.. para penulis terkenal itupun pasti memulainya dari bawah, memulainya dari membiasakan diri dengan menulis. Hingga kemampuan menulis karya yang hebat itu datang dengan sendirinya lewat keterbiasaan kita dalam menulis. “Menulislah! Karena menulis itu adalah pekerjaan menebarkan kebaikan hingga pada batas-batas akhir. Menulis itu berarti menciptakan nyala terang dalam hidup. Dengan menulis kita bisa mengubah hidup kita sendiri, hidup orang lain, bahkan mengubah dunia” kata bang Tere.

Dari talkshow ini aku jadi tahu bagaimana menjadi penulis yang hebat itu. Harus bisa melatih diri untuk menemukan sudut pandang yang spesial dari suatu hal, berfikir kreatif tentang suatu hal yang tidak bisa orang lain pikirkan. Harus memperbanyak amunisi lagi, baca buku! Karena gimana bisa menulis dan karya kita mau dibaca orang lain kalau kitanya sendiri gak mau membaca. Bang Tere juga bilang, gak ada tulisan yang baik dan tulisan yang jelek, yang ada hanya tulisan yang relevan atau tidak relevan dengan pembaca. Mungkin bisa jadi tulisan kita dianggap tidak menarik bagi seseorang, karena seseorang tersebut merasa tulisan kita tidak relevan dengan apa yang dia alami dan ia pahami. Tapi bisa saja, ada orang lain, bahkan banyak orang yang merasa kalau tulisan kita bener-bener sesuai dengan kehidupannya sehingga dengan membaca tulisan kita orang tersebut merasa bermanfaat. Dan ketika kita merasa tulisan kita belum bisa bermanfaat bagi banyak orang, setidaknya tulisan kita bisa menemani atau menghibur pembaca yang membacanya. Jadi intinya, jangan pernah berhenti untuk menulis!



Hweew... gak ada orang yang tahu betapa merindingnya aku mendengar kata-kata beliau >.<
Benar-benar memotivasi, mencambuk, dan mengembalikan semangat lama yang telah padam. Mungkin aku memang sudah terkalahkan oleh waktu, tapi terlambat bukan berarti sama sekali tidak bisa mencapai apa yang telah orang lain capai. Aku jadi merasa harus berlari, mengejar waktu yang hilang, mencari kesempatan yang terabaikan. Walau sekarang aku sendiri masih terjebak dalam tumpukan-tumpukan laporan dan tugas kuliah, tapi aku tetap yakin, suatu saat pasti bisa. Pasti bisa seperti bang Tere Liye! Fighto, raaaa!!

Read More »»