Minggu, 30 September 2012

Bye, september..


Too many good things happen on september..

September. Tanpa terasa, bulan paling spesial bagiku ini akan berlalu. Hari ini hari terakhir, sebelum oktober dengan segala ceritanya menyambut. Aku ingin menikmati hari terakhir ini. sebelum september benar-benar pergi, sebelum september kembali aku rindukan.

Telat mungkin, tapi tak apalah rasanya di ucapkan sekarang juga. Toh, ini masih september, bulan ini masih milikku. Happy birthday, zahrah. Barakillah, semoga umurmu yang telah berlalu itu, tak berlalu dengan kesia-siaan. Semoga waktumu, waktumu yang telah hilang itu, tak hilang tanpa ada manfaat. Begitu juga ke depannya nanti. Jadilah orang yang bermanfaat bagi orang-orang di sekitarmu. Jadilah lebih dewasa, jadilah lebih baik lagi. Yap, jadilah lebih baik daripada sebelumnya.. :)

Jika ada yang bertanya, apa yang paling aku inginkan di usia ini? aku akan menjawabnya dengan satu hal saja. Satu saja, tak banyak kok, walau sudah pasti hal itu sangat impossible untuk dapat terwujud. Tapi itulah yang aku inginkan saat ini. Kembali ke masa lalu. Kembali ke empat tahun lalu. Sebelum aku memilih menginjakkan kaki ke sekolah paling favorit di kotaku itu...

Aah.. bukan berarti aku menyesali semua pengalaman yang aku dapatkan dari sekolah itu. Bukan berarti aku menyesali semua persahabatan, cinta, sedih dan tawa yang aku dapatkan dari orang-orang yang aku temui di sekolah itu. Bukan. Sama sekali bukan. Justru karena semua hal yang terjadi disana, semua orang yang aku temui disana, semua rasa yang aku dapatkan dari sana, terlalu indah rasanya untukku. Hingga rasanya aku tak pantas mendapatkan itu semua.

Hari itu, teman-temanku diam-diam menyiapkan kejutan untukku. Kejutan yang sudah dapat ku reka sebelumnya. Haha. Ada yang dengan polosnya mengatakan rencana itu, tanpa menyadari aku ada di dekatnya. Tapi walau aku sudah menduganya, tetap saja, saat mereka bernyanyi dan membawakan sebuah tart mini berhias lilin, aku menangis. Menangis di hadapan mereka semua, dan mereka malah menertawaiku yang haru mendapatkan itu semua. “Umi, abi, ternyata aku juga punya keluarga yang hangat di sini..” rasanya saat itu aku ingin menyampaikannya pada ibuku. Terimakasih semuanya :)

Hah. Mungkin karena hari ini adalah penghujung september, membuat aku menjadi lebih mellow dari hari-hari lainnya. September pergi.. ah, yang benar saja. Kenapa september harus pergi?? Ditambah pula letihnya begadang semalam yang belum terbayarkan, membuat aku berada dalam mood kurang baik di penghujung september ini. seperti yang aku bilang sebelumnya. Too many good things happen on september. Membuat aku merasa sedikit tidak rela berpisah dengan bulan ini.

September yang begitu sibuk. Kuliah pagi, praktikum hingga sore, berkutat dengan laporan semalaman. Siklus hidup seorang mahasiswa biologi semester tiga yang membuatku ‘eneg’. Padahal ini baru bulan pertama kuliah, tapi letihnya, sibuknya, bukan main. Aku jadi sering kumat belakangan ini. sering sekali. Tapi semakin sering, aku semakin sadar. Allah begitu menyayangi aku, hingga kini. Aku bersyukur telah dilahirkan di bulan September.. :’)

Bye, september. see you next year..
Read More »»

Minggu, 19 Agustus 2012

I'm okay


Senior : udah, kamu istirahat aja di sana. Di sana lebih teduh..

Aku : hem, gak deh. Aku di sini aja ngeliatin yang lain main. Hehe

Senior : kalau kamu gak kuat mending ke tempat yang teduh aja..

Aku : hee.. emang siapa yang bilang aku sakit? Aku gak apa-apa kok, bener dah. Haha.

Senior : udahlah. Jangan sok2 ceria gitu di depan aku. Di depanku itu gak akan mempan buat nyembunyiin sakitmu!

Aku : *mingkem, terpana*

Yah, selagi ada mereka, orang-orang yang begitu care denganku. Senior dan teman-teman yang baik. Aku yakin, aku akan baik-baik saja. :)


Read More »»

Selasa, 14 Agustus 2012

belum tentu!


Belum tentu! Belum tentu mereka yang berjilbab dalam lebih baik daripada mereka yang baru-baru belajar berjilbab.

Belum tentu mereka yang begitu menjaga pandangan lebih baik daripada mereka yang baru-baru mengerti tentang hijab.

Belum tentu mereka yang punya banyak kontribusi dalam dakwah lebih baik daripada mereka yang baru saja melangkah.

Belum tentu mereka yang qiyamnya rutin lebih baik daripada mereka yang baru belajar disiplinkan shalat yang lima waktu.

Belum tentu mereka yang suaranya indah saat mengaji lebih baik daripada mereka yang masih terbata-bata melafadzkan huruf-huruf al-qur’an.

Belum tentu mereka yang menutup telinga dari lagu-lagu non religi lebih baik daripada mereka yang baru saja mengenal nasyid.

Belum tentu mereka yang anti pacaran lebih baik daripada mereka yang baru saja memahami cinta karena Allah.

Belum tentu!
belum tentu dirimu yang ibadahnya banyak bisa lebih baik dari mereka yang baru saja belajar shalat. Belum tentu dirimu yang sering puasa sunnah bisa lebih baik dari mereka yang puasa wajibnya pun masih bolong-bolong. Belum tentu dirimu yang banyak menghafal al-qur’an bisa lebih baik dari mereka yang baru saja belajar membacanya. Belum tentu semua kebaikanmu di dunia bisa menjaminmu langsung masuk surga, dan belum tentu mereka yang sedikit sekali amalnya di dunia sudah dipastikan masuk neraka. Adakah jaminannya?

Banyak beribadah, banyak mengerti ilmu agama, menjadi aktifis dakwah, belum tentu menjadikan diri kita lebih suci dari yang lain. hingga terkadang ada saja hawa kesombongan masuk memenuhi hati. Merasa diri ‘lebih baik’ karena lebih banyak hafalan qur’an-nya. Merasa ‘lebih baik’ karena luas wawasan islaminya. Merasa ‘lebih baik’ karena bisa berkontribusi lebih banyak dalam dunia dakwah. Dan hal-hal baik lainnya yang membuat diri terkadang merasa ‘lebih baik’ dari orang-orang sekitar yang ibadahnya masih tersendat-sendat.

Tahukah kamu bahwa setan sudah berjanji tak akan pernah tidur hingga manusia semuanya bisa tersesat? Dengan segala cara mereka gunakan untuk merendahkan derajat kita di hadapan penghuni langit. Menghasut hati-hati manusia agar ingkar pada Rabb yang menciptakannya. Menarik manusia agar berbelok dari jalan yang lurus.

Ketika setan sudah merasa tak bisa lagi mengajak kita untuk lalai dari beribadah. Tak bisa lagi mengajak kita untuk bermalas-malasan dalam dakwah. Maka saat itulah setan menggunakan celah terakhirnya untuk meluluhlantakkan semua pertahanan ibadah yang sudah kita lakukan. Celah yang sempit, namun ketika setan berhasil masuk lewat celah itu, habislah sudah ‘nilai’ kita di hadapan langit. Celah kesombongan. Dari satu benih kesombongan yang setan semai di hati kita, maka hancurlah semua pohon-pohon amal yang sudah lama kita rawat. Tak bernilai, berbalik malah memberatkan timbangan dosa. Na’udzubillahi mindzalik...

Karena siapa tahu, mereka yang baru saja mengerti islam memiliki hati yang lebih bening daripada kita. Karena siapa tahu, mereka yang baru saja tobat karena segunung dosa, memiliki rasa takut pada Allah yang lebih besar daripada kita. Karena bisa jadi, justru merekalah yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi di mata Allah daripada kita. Hanya Allah yang berhak menilai keimanan manusia, bukan kita.

“Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia(karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.”(QS. Luqman : 18)

“Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.”( QS. Al-Isra’ : 37)

Lalu, masihkah kita merasa lebih baik? Lebih suci?


Read More »»

Minggu, 12 Agustus 2012

Tipe Sanguinis

Hem. Belakangan ini teman-temanku rada-rada heboh ngebahas soal karakter pribadi masing-masing orang. Ada yang bangga dengan sifat kolerisnya, ada yang malu-malu mengakui sifat plegmatisnya, ada yang bersungut membahas tentang seseorang yang melankolik, tak ketinggalan pula tentang orang yang sanguinis. Haaah.. dari ke empat karakter itu, (setelah denger-denger ceritanya dan sedikit gugling) ternyata aku masuk dalam golongan orang-orang bertipe sanguinis. #kayaknya sih.

Sanguinis itu gimana? :O hmm.. kurang lebih seperti ini sodara-sodara!



SANGUINIS (Yang Populer)

Mereka cenderung ingin populer, ingin disenangi oleh orang lain. Hidupnya penuh dengan bunga warna-warni. Mereka senang sekali bicara tanpa bisa dihentikan. Gejolak emosinya bergelombang dan transparan. Pada suatu saat ia berteriak kegirangan, dan beberapa saat kemudian ia bisa jadi menangis tersedu-sedu.
Namun orang-orang sanguinis ini sedikit agak pelupa, sulit berkonsentrasi, cenderung berpikir `pendek’, dan hidupnya serba tak beratur. Jika suatu kali anda lihat meja kerja pegawai anda cenderung berantakan, agaknya bisa jadi ia sanguinis. Kemungkinan besar ia pun kurang mampu berdisiplin dengan waktu, sering lupa pada janji apalagi bikin rencana. Namun kalau disuruh melakukan sesuatu, ia akan dengan cepat mengiyakannya dan terlihat sepertinya betul-betul hal itu akan ia lakukan. Dengan semangat sekali ia ingin buktikan bahwa ia bisa dan akan segera melakukannya. Tapi percayalah, beberapa hari kemudian ia tak lakukan apapun juga.

Seorang sanguinis mempunyai kekuatan dan kelemahan sebagai berikut :
Kekuatan : suka bicara, antusias, ekspresif, ceria, penuh rasa ingin tahu, hidup di masa sekarang, mudah berubah (banyak kegiatan/keinginan), berhati tulus, kekanak-kanakan, senang berkumpul (untuk bertemu dan bicara), umumnya hebat di permukaan, mudah berteman dan menyukai orang lain, senang dengan pujian, ingin menjadi perhatian, menyenangkan dan dicemburui orang lain, mudah memaafkan (tidak menyimpan dendam), mengambil inisiatif/menghindar dari hal-hal yang membosankan, spontanitas, serta seorang yang demonstratif dan emosional.
Kelemahan : suara dan tertawa yang keras, membesar-besarkan suatu hal, susah diam, mudah dikendalikan oleh keadaan/orang lain (suka nge-Gank), sering minta persetujuan, RKP! (Rentang Konsentrasi Pendek), banyak bicara saat bekerja dan melupakan kewajiban, mudah berubah-ubah, susah tepat waktu jam kantor, prioritas kegiatan kacau, mendominasi,percakapan, suka menyela dan susah mendengarkan dengan tuntas, sering mengambil permasalahan orang lain menjadi seolah-olah masalahnya, egoistis, sering berdalih dan mengulangi cerita-cerita yang sama, serta konsentrasi ke “How to spend money” daripada “How to earn/save money”.

diliat-liat, sepertinya banyak kekurangannya daripada kelebihannya yah -__-.
Kalimat yang satu ini : Namun orang-orang sanguinis ini sedikit agak pelupa, sulit berkonsentrasi, cenderung berpikir `pendek’, dan hidupnya serba tak beratur.
bisa dibilang kalimat yang satu ini gue banget. Aaaah, apa gak bisa diubah ya, semua kebiasaan jelek ini? -___-

Tapi kalau lebih di liat lagi, rasa-rasanya aku gak sepenuhnya sanguin. Ada campuran plegmatis dan melankoliknya. Hmmm... mungkin ini karena aku yang anak blasteran minang-sunda kali yah? Makanya karakternya jadi campur aduk. Hahah #ngawur.

walaupun sepertinya sifat sanguinis ini lebih banyak kekurangannya, tapi aku percaya, para sanguinis juga bisa menjadi pribadi yang unggul di antara pribadi-pribadi lainnya. Setiap karakter pasti punya negatif dan positifnya, tergantung diri masing-masing untuk dapat meng-unggulkan yang positifnya dan meminimalisir negatifnya. :)

#gugling2 lagi, ada yang bilang sifat sanguinis ini bisa terlihat dari karakter yang dihadirkan pada tokoh anime. Diantaranya Naruto dan Avatar ang. Haha, ada2 aja -__- tapi keren! :D
Read More »»

Sabtu, 11 Agustus 2012

'kembali'

rumah duka itu di penuhi para pelayat. beberapanya aku perhatikan dengan seksama. ada yang matanya memerah, menahan tangis, ada yang betul-betul menangis dan terisak, dan ada pula yang hanya memperlihatkan wajah sendu. wajah-wajah teman SMA yang sudah lama tak kulihat, terlihat memenuhi kursi para pelayat. hah.. seharusnya bukan kabar duka ini yang membuat kami bisa berkumpul seperti reunian. aku membisu.

langkahku dengan perlahan memasuki pekarangan rumah duka itu. di depan teras, beberapa anggota keluarga dan seorang ayah duduk menyambut pelayat dengan muka yang di tabah-tabahkan. aku menyalami seorang ayah itu, dengan senyum pahit yang tersungging di wajahku. rasanya.. aku masih belum bisa mempercayai kabar ini, kabar yang terdengar seperti suara petir di tengah terik matahari. kenapa secepat ini?

hingga akhirnya aku melihat tubuh kaku itu terbujur di atas sebuah dipan. ditutupi kain-kain dengan corak batik yang khas untuk menyimbolkan kematian. wajah tubuh itu hanya ditutupi oleh selembar kain transparan, yang membuat kami, para pelayat masih dapat melihat wajah tenang itu untuk terakhir kalinya. sesuatu menyembul dari sudut mataku, mengalir hangat membasahi pipi yang dengan cepat aku usap. aku tak boleh menangis di depan seorang ibu yang sedari tadi berusaha untuk tabah. ya, seorang sahabat kami telah kembali, kembali ke tempat di mana kami pun akan kembali kelak..

aku masih terdiam di antara teman-teman yang ikut melayat. pikiranku menerawang, namun tak jauh dari sini. mungkin saja, teman kami itu masih ada di sini. di pojokan ruangan, di samping jasadnya, di dekat ibunya, atau ikut duduk bersama para pelayat. yah.. mungkin saja kini ia sendiri merasa sedih, melihat wajah-wajah yang menangisinya karena kehilangan. melihat wajah ayah dan ibunya. sendirian tergugu di antara orang-orang yang masih memiliki napas.. dan mungkin ia akan berkata pada orang-orang yang melayatnya, pada teman-teman yang menangisinya, "tahukah kalian bahwa nikmat hidup itu begitu besar?"

waktu zhuhur pun menjelang, membuat semua pelayat bersiap untuk shalat dan menshalatinya. mesjid yang penuh dengan ma'mum membuatku tersenyum. begitu baik kesan yang ditinggalkan olehnya di hati kami. aku jadi bergidik, mengingat belum tentu seramai ini orang yang akan menshalatiku kelak..

matahari yang biasanya menyengat, seharian ini entah kenapa begitu teduh. sesekali ada rintik-rintik hujan yang membasahi jalanan. menemani perjalanan kami menuju pemakaman, tempat kami benar-benar akan melepasnya pergi ke dunia ghaib itu. dan saat pemakaman itu selesai, saat kelopak-kelopak mawar yang harum itu selesai di tebar, hujan turun ikut menangisi kepergiannya. bahkan penghuni langit pun ikut mendoakan..

sekali lagi, ia bukan pergi. tapi kembali ke tempat dimana kita juga akan kembali kelak. semoga kini ia tenang di sana. di temani malaikat yang ramah, di terangi cahaya langit. ampuni segala dosa sahabat kami, ya Allah.. beri ia, tempat yang terbaik disisiMu. aamin..

@6 Agustus 2012. 18 ramadhan 1433.
seorang sahabat telah tiada, dan entah kapan kita akan menyusulnya..

Read More »»

Senin, 30 Juli 2012

aku takut

aku takut untuk kembali ke kota itu. aku takut kembali pada kota yang sebenarnya ramah, namun penuh dengan keterasingan. sendiri memijak tanah yang berbeda, sendiri menghirup udara yang tak sama. ya, sendiri walau tak benar-benar sendiri. aku tahu, sebenarnya disana aku punya lebih dari cukup sahabat yang mampu menjadi partnerku. yang mau menerima aku dan duniaku, aku dan lebihku, aku dan cacatku. mereka ada untukku, mau menemaniku melewati waktu yang dingin disana. tapi..

jika teringat pada beberapa orang itu..

aku kembali merasa sendiri. terkukung masa lalu yang terus berdenyut tak terlupakan. terancam masa depan yang tak pasti. mereka, beberapa orang itu, yang jika aku ingat namanya hatiku kembali merasa ciut. membuat semangat berkobar yang kugenggam mendadak padam. melumat semua ke-percayadiri-an yang susah payah aku bangun. mereka dengan perannya masing-masing. kadang aku berpikir, seandainya aku tak pernah mengenal nama-nama itu..

khusus untuk seseorang. ingin sekali rasanya aku mengucap terima kasih. karena telah berhasil membuat aku merasa tak punya apa-apa yang patut untuk dibanggakan. berhasil mengkerdilkan aku diantara orang-orang hebat yang sering ia sebut-sebut. seolah hanya cacatku yang tak bisa ia terima itu sajalah yang terlihat. selalu membandingkan aku dengan orang-orang yang pandai sekali memainkan topeng itu. topeng yang ia bilang, mampu membuat orang biasa menjadi terkenal. cih. aku benci dibanding-bandingkan! telingaku sudah terlalu panas mendengar semua omong kosongnya. biarlah aku tak masuk dalam dunia gemerlap yang seringkali ia bangga-banggakan itu.

aku merasa nyaman disini. bertemu sahabat-sahabat yang sudah layaknya saudara bagiku. mereka yang sama sekali tak pernah membuatku minder dengan segala keterbatasanku. justru membuatku tak sungkan untuk menjadi apa adanya. mereka yang bisa membuatku kuat menghadapi 'beberapa orang' itu..

huufh.. jika memang aku harus kembali.. sampai disana mungkin aku akan bergegas mencari tempat bersembunyi. tempat yang tak akan tersentuh oleh mereka. sembunyi sendirian menyelamatkan dunia kecilku. melindungi kobaran semangatku agar tetap bertahan. aku takut diriku akan mati dan berubah menjadi orang lain jika terus berada di dekat mereka. sebisa mungkin, rasanya aku ingin menghilang dari pandangan mereka..

#andai aku bisa mengajakmu pergi bersama, menjadi kuat bersama, menghadapi hari yang sama. kau seperti tongkat yang kokoh untuk kakiku yang rapuh. sandaran hangat untuk pundakku yang menggigil. denganmu, sahabat, mungkin aku tak akan lagi takut bertemu orang-orang itu.. yah.. andai saja..

Read More »»

Senin, 16 Juli 2012

Belajar dari kakek-kakek..


Aku memantapkan langkah, menginjakkan kaki di lantai rumah sakit yang selalu dingin. Sudah beberapa bulan aku membolos untuk hadir di sini. Aku jadi canggung dan sedikit pangling dengan kondisi rumah sakit yang sedikit berbeda. Oh, tempat pendaftaran pasien ternyata sudah berubah. Sudah dipindahkan ke gedung baru, yang beberapa bulan lalu kulihat masih berupa bangunan setengah rampung.

Aku mengambil nomor antrian, dibantu oleh seorang satpam yang selalu siaga berdiri di samping alat pencetak nomor antrian itu. Angka 166 tercetak di kertas yang kini aku genggam. Aku melangkah lagi mencari tempat duduk, di ruang tunggu khusus pasien askes. Sulit menemukan kursi kosong. Pasien hari ini begitu banyak ternyata. Terlihat lebih ramai dari biasanya, beberapa bulan yang lalu. Satu kursi kosong tertangkap oleh mataku, di sebelah seorang kakek-kakek yang begitu renta.. seorang kakek yang hari ini memberiku pelajaran yang cukup berharga bagiku.

Aku duduk, setelah mengangguk sopan tanda minta ijin pada sang kakek itu. kakek itu-pun tersenyum memperlihatkan gigi-gigi ompongnya. Aku duduk dengan tenang, masih dengan canggungku. Tiba-tiba saja kakek itu menyapaku, dan bertanya :

“Siapa yang sakit?”

Aku menoleh dengan sedikit gugup. Ah! Rumah sakit ini membuatku kikuk.

“Saya, kek..” aku menyunggingkan senyum. senyum tulus tentunya. Dan kakek itupun bertanya lagi,

“Sakit apa emangnya?” hm. Pertanyaan ini sudah dapat ku tebak pasti akan ditanyakan orang. Dengan ragu aku menjawab..

“Jantung, kek..” kulihat muka kakek itu berubah, rasa terkejut terbaca di wajahnya. Menyiratkan keheranannya, kenapa bisa anak muda sepertiku punya penyakit seperti itu?

“Kalau kakek sakit apa?” 

saat aku tanya begitu, saat itu pula kakek menjelaskan segala macam penyakit yang ia punya dengan panjang lebar. Komplikasi. Beberapa organ dalam tubuhnya memiliki masalah yang serius. ‘yah, beginilah kalau sudah tua..’ ujar sang kakek dengan tawanya saat aku mengeluarkan ekspresi takut. Takut membayangkan betapa sakitnya kakek itu selama ini..

Kakek bilang, nama penyakit yang ia idap adalah SARJANA GILA. Aku mengernyitkan dahi. Hm? Penyakit macam apa itu? rupanya.. itu adalah singkatan dari berbagai macam penyakit yang kakek punya. SAraf, JAntung, perNApasan, GInjal, dan guLA. Oalaaah.. bisa saja si kakek ini. kakek tertawa saat aku tertawa mendengarkan penjelasan dari singkatan aneh yang beliau buat itu. tapi tetap saja, dalam tawaku aku menyimpan rasa ngeri. Bagaimana kakek ini bisa melewati hari tuanya dengan penyakit sebanyak itu? dan aku yakin, tidak hanya kakek ini saja. Tapi juga kakek-kakek yang duduk disebelah kakek ini. Atau kakek yang duduk paling depan itu, yang begitu terlihat bungkuk dan renta. Atau juga nenek-nenek tua yang terduduk lemas di atas kursi roda itu. semuanya pasti punya penyakit yang lebih dari satu. Hmmhh.. aku seperti diingatkan mereka. “Sesukses apapun masa mudamu, kelak saat tua kau juga akan seperti ini. jadi, apa yang sebenarnya patut kau sombongkan??”

Kembali ke kakek dengan penyakit sarjana gila-nya tadi. Pembicaraan kami tak berhenti hanya dengan membahas penyakit masing-masing yang kami miliki. Kakek itu bercerita banyak hal, bertanya berbagai macam pertanyaan. Mengajari ini itu, menceritakan masa mudanya dulu. Aku seperti tenggelam ke masa lalu, seolah menyaksikan sendiri perjalanan hidup dari kakek ini, walau hanya segelintir saja yang beliau ceritakan.
Sedang asyik-asyiknya bercerita, rupanya nama kakek disebut oleh bapak-bapak loket pengurus pendaftaran itu. yah, cerita terputus. Sang kakek pamit duluan menuju loket askes, dan lanjut ke poliklinik tempat ia akan kontrol penyakitnya itu.. aku kembali termenung sendirian, nomorku masih lama untuk dipanggil. Sambil menunggu.. tiba-tiba saja seorang kakek-kakek lain yang duduk di sebelah kakek tadi menyapaku. Sepeti kakek sebelumnya, menanyakan perihal sakitku, dan lagi, kembali kulihat raut keheranan di wajah beliau.

Kakek yang satu ini tak jauh beda juga dengan kakek sebelumnya. Ia harus operasi jantung, kontrol paru-paru dan lambungnya. Haduuuh.. aku ngeri sendiri memikirkan tentang semua penyakit yang diidap pasien-pasien disini. ternyata penyakitku masih belum seberapa.

Kakek yang ini juga senang bercerita rupanya. Bahkan lebih heboh dari kakek pertama tadi. Saat kakek ini mengetahui kota asalku, Kota Padang, kakek langsung berseru,

“Wah! Saya dulu pernah di sana. Di Tabing, tau kan? Walaah.. dulu di sana masih banyak sekali hutan, apalagi hutan gambut.” Cerita kakek. Aku jadi bersemangat mendengarkan karena ternyata kakek juga pernah ke kota asalku.

“Tapi pastinya dulu mbak belum ada disana. Tahun ’57 saya disana dulu..” weleeh, ya iyalah kek. Tahun segitu bahkan orangtua-ku belum lahir >.<

Ternyata kakek ini dulu seorang tentara. Yang sempat dinas beberapa waktu di Kota Padang. Sudah melewati berbagai peperangan dan pemberontakan yang panas di masa-masa lampau itu. hiiih.. padahal aku sudah ngeri dengan penyakit beliau, kini aku merasa lebih ngeri lagi mendengarkan cerita-cerita beliau di masa peperangan. Aku jadi teringat dengan almarhum kakekku sendiri.. yang juga tentara. Tapi sayangnya, beliau sudah tiada saat ayahku masih kuliah di tahun kedua. Jadi aku tak sempat menjadi cucunya secara nyata dan mendengarkan kisah-kisah peperangannya.

Kakek tadi bercerita kalau dulu ia pernah tertembak di bagian bahu kirinya. Dan nyaris mati tertembak musuh jika teman seperjuangannya tidak menendangnya. Kakek menceritakan huru-hara yang terjadi di tahun 50-an itu. mendengar cerita kakek, aku seperti menonton film peperangan yang biasanya ada di tv. Semua yang kakek ceritakan terbayang dalam imajinasiku. Ternyata ini untungnya menjadi orang yang berimajinasi tinggi (katanya). Semua cerita bisa segera di visualisasikan. Hehe

Hal yang menarik bagiku, adalah melihat riangnya kakek ini. dari gelak tawanya, dari selera humornya yang beberapa kali membuatku menutup mulut karena malu kalau terbahak-bahak di tempat umum (malu lah broo.. kita kan harus jaga imej! #abaikan). Padahal kakek ini memiliki penyakit yang berat, dan sebentar lagi harus menghadapi operasi berat. Istri beliau pun kini sedang berada dalam perawatan pasca operasi pencernaan di rumah sakit lain. Itulah kenapa sang kakek ini tak ada yang menemani berobat di rumah sakit. Dengan penyakit sedemikian rupa, kakek masih bisa menceritakannya dengan begitu ringan. Tanpa mengeluh, terlihat dengan keikhlasan yang penuh. Kakek bilang,

“Yah, kita dikasih sakit juga harus bersyukur. Yang maha kuasa berarti ingat pada kita. Memangnya kita mau gimana lagi toh? Memberontak, ngasih penyakit ini ke orang lain? Ya mana bisa.. jadi yah.. hidup ini jalani aja.. kalau takdirnya sembuh.. kita bakal sembuh. Tapi kalau belum, ya tetep usaha supaya sembuh..”

Kakek mengatakan kata-kata itu dengan begitu ringan. Tanpa terlihat ada suatu beban yang tersembunyi. Kakek bilang, semua sudah jalannya. Setiap orang memiliki jalan sulitnya masing-masing, tapi tergantung kita mau melangkah di atas jalan itu bagaimana. Kalau ikhlas, pasti dalam perjalanan akan dimudahkan. Ah, kakek ini.. aku jadi merasa tertampar karena penyakitku yang tak seberapa ini, tapi malah lebih sering mengeluh.

Cerita di selingi dengan cerita tentang anak-anak sang kakek. Yang kata beliau sudah jadi “orang” semua sekarang. Bahkan cucunya kini ada yang kuliah di luar negri. Hal itu semua tidak terlihat dari penampilan kakek yang begitu sederhana. Aku jadi berpikir, apa tidak ada satupun anak kakek yang bisa menemani beliau operasi hari ini? aah.. aku jadi kepikiran macam-macam. Apa nanti, saat aku tua, aku juga akan seperti kakek? Berobat sendirian, ke rumah sakit sendirian. Tak ada anak yang sempat menemani? Aku jadi merasa takut untuk beranjak tua.

Cerita panjang lebar dengan kakek ini pun harus terputus. Ketika nama beliau juga disebut untuk mengurus administrasi askes. Aku kembali di tinggal sendirian. Termenung, merenungkan setiap cerita yang kakek ceritakan tadi. Ahh.. aku masih kurang mensyukuri keadaanku yang masih lebih baik dari orang lain..
Tiba-tiba saja namaku-pun dipanggil. Aku bangkit, membayar biaya administrasi, mengambil berkas askes, dan melenggang pergi menuju poliklinik tempat aku akan kontrol. Poliklinik jantung. Tak kusangka disana aku kembali bertemu dengan kakek pertama. Kakek berseru girang,

“Waaah.. ketemu lagi!” kata beliau sambil tertawa. Cerita yang tadi terputus kembali disambung kakek itu saat lagi-lagi kita harus menunggu di ruang tunggu. Macam-macam ceritanya. Bahkan kini sudah menjurus ke pertanyaan, ‘kelak, saat punya anak, ingin anak laki-laki atau perempuan yang pertama?’. Haha.. cerita ini memang sudah kemana-mana ternyata. Kakek berpesan padaku kelak harus menemukan laki-laki yang baik untukku, dan juga menjadi ibu yang baik bagi anak-anakku. Hem… rasanya masa itu masih lama, tapi dipesankan dari sekarang boleh juga lah.. hehe.

Aku iseng bertanya,
“kenapa kakek sendirian ke rumah sakit?”

Kakek-pun menatapku lekat dengan mata rabunnya itu. terlihat berpikir sejenak. Lalu berkata.
“Kakek selalu punya pedoman hidup, kalau Tuhan adalah teman terbaik kemana pun kita pergi. Jadi tak perlulah kita ikut merepotkan orang lain. Pasti ada Yang Maha Kuasa yang menjaga kita. Kalau di Jawa, ada istilah ojo seneng dadi wong ketok. Ketok e dadi wong seneng.” Kurang lebih begitulah yang kakek bilang. Aku kurang bisa menangkap kata-kata Bahasa Jawanya karena belum mahir dengan bahasa itu.
‘ojo seneng dadi wong ketok. Ketok e dadi wong seneng’. Kakek bilang, kalimat itu punya makna yang sangat bagus. Jangan senang menjadi orang yang ‘terlihat’, lebih baik menjadi orang yang selalu terlihat senang atau bahagia di depan orang lain. ‘Show up’ mungkin istilah yang tepatnya untuk kalimat pertama itu. 
Jangan suka menjadi orang yang senang ‘show up’ di depan orang. Selalu ingin terlihat di mata banyak orang, selalu merasa ingin tampil. Karena kata kakek, orang seperti itu justru sering hanya mementingkan gengsi di depan orang. Yaah, orang-orang seperti itu memang sudah sangat banyak aku lihat contohnya. Di kampusku pun beberapa ada yang suka seperti itu. ‘show up’, ingin terlihat pintar dan hebat di mata orang, ingin menarik perhatian dosen. Seringnya, orang seperti itu menyebalkan dan terkadang pelit ilmu. 

“Lebih baik jadi orang yang terlihat selalu senang.” Kata kakek. Jadi yaaah.. tak perlu lah kita mengabarkan pada orang kita ini sedang sakit, kita ini sedang susah. Biasanya orang yang ceria itu, aslinya punya banyaaaak sekali masalah dan kesulitan. Tapi ia pandai membungkus kesulitan itu dengan senyum dan tawa yang juga membuat orang sekelilingnya senang. Membagikan kebahagiaan ke orang lain, walau keadaan sendiri sebenarnya sedang susah. Ah, aku juga ingin bisa menjadi orang yang keren seperti itu. :D
Jadi itu alasannya kenapa kakek sendirian. Kakek tak mau merepotkan orang, juga tak mau orang banyak tahu tentang kepenatannya. Kakek begitu percaya bahwa ada yang Maha Kuasa yang selalu menemani setiap masa sulitnya. Mungkin kadang pemikiran orang tua tak begitu masuk akal bagi kita. Tapi jika kita mau lebih menelaah pemikiran itu, ternyata ada bagusnya juga kita menerapkannya dalam keseharian. Menjadi pribadi yang bersyukur, mau menerima takdir dengan ikhlas, pribadi yang mandiri, dan selalu bisa membahagiakan orang-orang sekeliling dan pandai menyembunyikan kesulitan sendiri.

Aku jadi mengangguk-angguk sendiri karena ‘pelajaran hidup’ yang aku terima dari dua orang kakek yang aku temui hari ini. Sebenarnya, inilah satu-satunya yang membuat ke rumah sakit jadi ngangenin buatku. Ada banyak pelajaran yang bisa aku ambil, ada banyak cerita yang bisa kudapat. Juga, banyak kenalan tentunya. Walaupun nyaris semuanya lansia.. hehe..

“Mbak Zahra.” Seorang dokter akhirnya memanggilku. Aku bangkit, masuk ke ruangannya. Duduk dengan tenang.

“Sudah pernah di sarankan untuk operasi sebelumnya?”

Hm? Operasi? Aku mengernyitkan kening saat dokter bertanya demikian. Haha… yah, aku sudah dengar dari banyak pihak. Penyakit yang aku punya memang memiliki ending harus di operasi jika ingin sembuh total. Walau bukan sekarang tentunya, entah kapan. Aku harap nanti sajalah. Setelah aku sudah menemukan laki-laki yang baik untukku dan setelah aku menjadi ibu yang baik bagi anakku, seperti yang kakek bilang. Operasi? Yah, lagi-lagi seperti yang kakek bilang. Apapun prosesnya, jalani saja dengan ikhlas. Aku yakin aku akan sembuh! :D

Terima kasih kakek satu dan kakek dua! :D


Read More »»

Minggu, 01 Juli 2012

"A Long Visit"


01.27

Aku melap kacamata-ku, dan mengusap pipiku yang basah. Mataku terasa bengkak karena tangisku selama dua jam saat menonton sebuah film drama korea. Tunggu, jangan mengejekku dulu.. Ini bukan sembarang film korea, bukan tentang percintaan anak muda yang semarak difilmkan belakangan ini. Juga bukan tentang tokoh bertampang keren dan cool yang biasanya dicari dari film-film korea. Bukan. Cerita ini tentang seorang ibu. tentang ketulusan seorang ibu, tentang pengorbanan dan cinta seorang ibu.

“A Long Visit”



Film ini sukses menguras airmata-ku ditengah malam. Ada beberapa adegan dalam film ini yang membuatku sesenggukan. Tokoh anak perempuan dalam film ini membuatku teringat akan diriku sendiri. Yang sering membuat ibunya menangis, yang masih sering berkata keras pada ibunya, yang masih sering tak mau menurut dengan kehendak ibunya. Padahal ibunya selalu saja mendahulukan kepentingan anaknya, selalu menyayangi anaknya dengan sempurna. Selalu rela mengorbankan dirinya demi anaknya. Selalu merasa tak masalah dicaci orang asalkan anaknya bisa mendapatkan kehidupan yang bahagia. Selalu mau memaafkan anaknya walau terus saja menyayat luka dihatinya.

Aku jadi teringat satu persatu moment disaat aku membuat ibuku kecewa dan bersedih. Lagi, dan lagi. bahkan terlalu sering aku melukai orang yang telah bersakit-sakit melahirkan aku ini. ibu. Aku jadi menyesali kerasnya kepala-ku dulu. Saat aku terus mengotot agar keinginan-ku bisa dipenuhi, padahal ibu paling tahu kalau itu tidak baik untukku. Saat aku berkata dengan suara yang meninggi pada ibuku, dan itu melukainya. Saat aku membanting pintu kamar-ku, dan itu membuatnya menangis. Ah! Ego yang aku miliki ini sering sekali melukainya.. sebagai anak pertama yang sering membangkang, sebagai anak pertama yang sering melawannya..

Ada kata-kata yang begitu mengena dalam film ini. “Jangan keras pada ibumu. Lembutlah kepadanya selagi kau masih sempat..”. Aku tercenung sesaat saat mendengar dialog itu. Aku menerawang, selagi masih sempat... yah, kita tidak tahu sampai mana batas kesempatan kita untuk dapat berbakti pada orang tua. Pada ibu khususnya. Mungkin waktunya masih panjang, tapi bisa saja begitu singkat. Mendadak aku menjadi takut. Bagaimana jika kesempatan yang aku punya, sebagian besarnya sudah aku habiskan untuk melukai hati ibuku? Bagaimana jika kesempatan yang aku punya, sangat singkat sehingga aku tak sempat membuatnya bangga?

Aku membayangkan hal yang sebenarnya tak ingin aku bayangkan. Yah, takdir siapa yang tahu? Aku takut Allah menjemput ibuku sebelum aku dapat membalas semua jasanya padaku. Aku takut Allah mengambil ibuku sebelum aku mengatakan maaf atas kesalahan yang terus menerus aku perbuat. Aku belum sempat menggenggam tangannya, memeluknya hangat, mengecup tangannya. Hal yang sudah nyaris setahun ini tidak aku lakukan, karena aku jauh disini. ya Allah, aku mohon, jangan Kau ambil orangtua-ku sebelum aku dan adik-adikku selesai melaksanakan tugas sebagai anak dengan baik. jangan Kau ambil mereka sebelum aku dan adikku berhasil membuat mereka bangga pada kami..

Aku kira awalnya, film ini sama seperti film-film yang sering aku tonton. Sang anak pada akhirnya menyesali semua perbuatan salahnya terhadap ibunya, disaat ibunya telah tiada. Hingga akhir kisahnya ditutup dengan penyesalan berkepanjangan dari sang anak. Aku kira, ceritanya akan seperti itu. tapi ternyata film ini sedikit lain. Yang ‘pergi’ duluan justrulah sang anak. Karena kanker, sang anak harus ‘pergi’ duluan meninggalkan ibunya..

Lagi-lagi aku seperti berkaca pada diriku. Aku dan penyakitku. Bisa saja usia yang aku punya tak lebih panjang dari usia orangtuaku, tidak lebih lama dari ibuku. Bisa saja kan? Aku jadi ingat kata-kata ibuku saat lagi-lagi aku mengeluh sakit.

“Sabar.. ini berarti teteh sedang diingatkan oleh Allah.. usia seseorang itu bisa panjang, tapi bisa juga pendek. Hal yang harus teteh lakukan adalah ikhlas menerima takdir itu. ikhlas jika memang usia yang teteh miliki tak sepanjang yang teteh harapkan. Ikhlas, seperti ummi yang juga ikhlas terhadap teteh..”



Airmataku luruh lagi. aku takut, terus saja takut penyakit yang mengganggu ini suatu saat akan merebut nyawaku. Sebelum aku membuatnya bangga, sebelum aku membuatnya hidup dengan bahagia, sebelum aku bisa memperlihatkan betapa aku mencintainya walau terus saja menjadi anak yang pembangkang. Kadang aku bertanya pada diri sendiri. Apa kelak, penyakit ini yang kelak akan membuat aku mati? Karena setiap dalam sakitnya, aku selalu merasakan hadirnya malaikat maut itu.

Aku belum siap ya Allah.. masih banyak yang harus aku lakukan untuk ibuku. Aku ingin ibuku yang mengenggam tanganku saat aku sampai di pelaminan. Aku ingin melihat ibuku menjadi seorang nenek yang bahagia, dikelilingi oleh anak-anakku kelak. Aku ingin anak-anakku kelak masih bisa melihat nenek dan kakeknya, masih bisa ikut berbakti pada nenek dan kakeknya.. karena itu, aku berharap, baik usiaku maupun usia orangtuaku, bisa sampai pada moment bahagia itu..

Sebentar lagi aku pulang. Kesempatana ini harus aku gunakan dengan sebaik-baiknya. Bisa birrulwalidain secara langsung, bukan hanya lewat doa dan telepon seperti yang setahun ini aku lakukan. Aku ingin menjadi anak yang benar-benar berbakti pada ibuku. Sebelum aku menjadi ibu bagi anak-anakku..
Read More »»

Semoga


Kabar itu membuat nafsu makanku mendadak hilang. Bukan karena saking buruknya sebuah kabar itu, bukan.. Tapi justru karena sebaliknya. bisa dibilang.. mendengar kabar itu aku seolah-olah menemukan sebuah oase di tengah padang pasir yang terik. Bulu kuduk-ku merinding, hatiku meletup-letup. Kabar ini kabar bahagia. Lalu, kenapa nafsu makanku hilang? Hmm, entahlah. Entah apa yang bereaksi dalam tubuhku saat mendengar kabar menggembirakan ini sehingga rasa laparku bisa menguap begitu saja..

Hm.. mungkin sebenarnya kabar ini belum-lah utuh sebagai sebuah kabar gembira. Masih berupa sebuah kesempatan untuk mendapatkan ‘kabar bahagia’ itu. Tapi hatiku sudah terlanjur mengucap syukur. Allah telah memperlihatkan pintu itu padaku. Pintu menuju jalan keluar dari permasalahan yang aku hadapi kini. Ah, bukan masalah sih sebenarnya, tapi hanya sesuatu yang sesekali mengganggu pikiranku. Dan saat pintu itu kini terlihat di depan mataku, hatiku mulai merasa lega.

Kabar apa itu?

Hm.. hm.. Aku masih belum bisa menuliskannya disini. Kabar ini masih berupa ‘kesempatan’, bukan sesuatu hal yang kini sudah ada dalam genggamanku. Untuk sekarang, aku hanya dapat  menatap ‘pintu’ itu, tapi belum bisa memasukinya. Masih ada bebrapa proses yang harus aku tempuh untuk dapat memasukinya. Masih ada beberapa langkah lagi menuju pintu itu. jadi, aku belum bisa mengabarkannya pada banyak orang, sekarang. Semoga saja, semoga pintu yang sudah Allah perlihatkan itu benar-benar bisa aku masuki. Karena [entah bagi orang lain] bagiku, kabar ini begitu berarti.

Mungkin ini terkesan berbelit. aku sendiri bingung mekmaknai kalimat-kalimat di atas. Aku hanya ingin mencoba mengurai rasa syukur ini. Ketika aku dihadapkan pada KuasaNya, pada keadilanNya, pada kasih sayangNya. Yang kali ini kembali membuat air mataku setetes dua tetes menyembul dari sudut mataku. Aku terharu. Terharu akan cintaNya yang tak pernah habis untukku, padahal aku seringkali melupakanNya di sela-sela langkahku disini. Padahal aku masih saja berlangganan untuk lalai dalam menjalankan perintahNya. Padahal aku masih sering menduakanNya dengan hal-hal dunia yang sebenarnya sama sekali tak menjanjikan kebahagiaanku. 

Tapi Allah, selalu mengingatku.

Selalu mendengar doaku. Selalu menuntunku ketika aku kehilangan arah. Selalu melapangkan hatiku ketika terasa sempit. Selalu, selalu menerima aku kembali walau dengan segunung dosa.. hari ini, ketika telingaku mendengar kabar itu, hatiku bergetar. Karena aku merasakan dekatnya Allah. Karena aku merasakan Maha Mendengarnya Ia.. 

Aku menatap tulisan-tulisan penyemangat di dinding kamarku. Mataku terpaku pada sebuah kalimat,

“Allah tahu, tapi menunggu. Semua akan indah pada waktunya.”

semua ada waktunya. semoga kesempatan ini dapat aku genggam. Semoga aku bisa memasuki pintu itu. Semoga..

Read More »»

Minggu, 13 Mei 2012

Sudah biasa


Aku sudah terbiasa. Seperti tadi. Beberapa menit sebelum ujian responsi dimulai. Ditengah hiruk pikuk suara orang-orang yang mendiskusikan materi ujian, ngiung menderu seiring komat-kamit mulut mereka, terduduk diantara 200 mahasiswa yang sama-sama menanti bel berbunyi. Di koridor sempit, benar-benar di tengah keramaian yang menyesakkan. Aku sendiri, terdiam, duduk berjongkok menatap langit-langit. Sesekali menoleh kanan dan kiri, masih dengan mulut yang bungkam. Sesak. Sesekali mendesah, menghela nafas panjang, menggigit bibir, mengepalkan tangan..

Seperti yang aku bilang, aku sudah biasa. Menahan sakitnya sendirian di tengah keramaian..

“menyebalkan! Kenapa selalu datang semaunya? Aku mau ujian, sebentar lagi! apa tidak bisa kita tunda setelah ujian ini selesai? Setelah itu, terserah. Mau berjam-jam pun kau menggerogoti jantungku, aku siap.”



Setidaknya, aku ingin kejelasan. Jika kau memang ingin berlama-lama ditubuhku, bilang. Katakan padaku dengan jujur, atau katakan pada dokter yang memeriksaku. Jangan datang dan pergi begitu saja, jangan membuat aku bingung. Jangan mengganggu hidupku yang aku harap masih panjang ini! aku tahu, mungkin bukan karenamu aku akan mati, tapi karenamu, hidupku tidak akan pernah tenang..

#ya Allah.. bukan maksud mengutuki takdir terindah yang telah kau rancang untukku. Hanya saja, terkadang aku bertemu dengan titik jenuh. Lelah terus dipermainkan olehnya..
Read More »»

Rabu, 09 Mei 2012

move on!


Teras mushola kampus : 15.36.

Disaat kaki merasa lelah melangkah mengikuti kesibukan kampus yang belakangan ini semakin memadat, disaat otakku semakin memanas karena beban tugas yang bertumpuk-tumpuk, disaat semua energi terasa terkuras habis untuk kuliah. Kabar gembira dari salah seorang sahabat lama mendadak membuatku bingung. Bingung ingin ikut merasa bahagia, atau malah merasa tertinggal.

Bahagia, itu pasti. Aku senang mendengar kabar bahwa sahabatku kini telah resmi menjadi penulis. Karyanya ikut terbit bersama karya penulis-penulis lainnya. Ah, aku jadi bingung mau berkata apa. Yang jelas, selamat untuk sahabatku!! >.<

Tapi, disisi lain ada perasaan yang mendadak mengangguku. Mungkin rasa iri, mungkin rasa kesal dengan diri sendiri. Cita-cita itu yang juga ingin aku capai, tapi terasa masih sangat jauh dari gapaian tanganku. Aku masih saja terjebak dengan rasa tidak percaya diri. Malah memilih berhenti menulis ketika merasa tidak puas dengan tulisan sendiri, hingga akhirnya langkahku sama sekali tidak ada kemajuan. Hiks. Aku pengen juga jadi penulis :(
Ah! Ayolah! Dia bisa aku juga pasti bisa! Cita-cita yang aku bawa dari kecil ini tidak boleh menguap hanya karena rutinitas kesibukan. Nulis ya nulis, kuliah ya kuliah, selagi bisa berjalan beriringan, harus diusahakan! Langkah itu mana boleh berhentiiii... Waktuku tidak cukup banyak, jadi harus pandai memanfaatkan waktu yang sedikit itu. Ayolah zahraaaa… semangatnya jangan dimulut doaaaaaang!! >.<

Seperti kata “ibu peri”. Semua hal sukses itu dimulai dari hal kecil, dimulai dari bawah. Tidak ada yang singkat, dan harus menempuh perjalanan yang panjang. Jika terus saja berdiam, hal kecil itu akan selalu menjadi hal kecil. Tidak akan berubah menjadi sesuatu yang besar yang dapat dibanggakan. Perjalanan yang panjang ini tak akan pernah usai, tak akan pernah menemukan garis akhir.

Ayo move on! Ayo benar-benar move on! >.<
Terima kasih untuk sahabatku yang telah mengirim kabar gembira ini. kabar darimu menjadi pemantik semangatku yang nyaris padam. Tengkyuu.. :D

#Aku melirik jam. Hah, sebentar lagi satu agenda terakhir untuk hari ini akan dimulai. dan nanti malam masih harus tenggelam dalam lembaran-lembaran tugas. Aku harus selesaikan dengan baik tugas-tugas itu, dan tentu saja, tetap menulis!


Read More »»

Minggu, 29 April 2012

#Introspeksi


Siang ini terasa lebih terik dari biasanya. Aku mengkayuh sepedaku dengan terengah-engah. Ingin rasanya segera sampai di kosan dan bersantai sambil minum minuman dingin. Kota pelajar ini belakangan memang terasa lebih panas. Membuat aku jadi semakin malas keluar dari kosan kalau bukan karena ada agenda kampus.

Lampu merah menyala, aku terpaksa ikut berhenti bersama rombongan kendaraan lainnya. Ya ampun.. panas-panas begini harus berjemur di tengah-tengah jalan raya!. Sempat-sempatnya aku mengeluh. Sambil menunggu lampu berubah menjadi hijau, aku mengedarkan pandangan ke sekelilingku. Di antara motor dan mobil yang menyesakkan jalan, mataku menangkap sosok remaja tanggung dengan wajah kumal. Ia sibuk melap kaca jendela mobil yang sedang terjebak di lampu merah tanpa diminta oleh si-pemilik kendaraan. Mungkin ia berharap setidaknya orang yang berada di dalam mobil itu akan memberikan sedikit recehnya untuk menyambung hidupnya. Namun yang ia dapatkan hanya gerakan tangan tanda menolak dari sang pemilik mobil. Entah dengan tatapan apa aku melihat anak remaja yang kurang beruntung itu. miris rasanya..

Disisi lain, aku melihat ada seorang bapak-bapak yang sedang berdiri di pinggir trotoar jalan, menimang-nimang anak yang sedang digendongnya. Rasa letih begitu kentara terlihat dari wajahnya. Lama juga aku menatap bapak-bapak itu, juga melihat anak yang digendongnya. Masih sangat kecil, mungkin seumuran bayi yang baru bisa berdiri. Panas-panas begini, sudah dibawa berjemur oleh sang ayah, ikut tersengat oleh cahaya matahari siang terik.. beliau kemudian memanggil dua orang anak kecil yang sedari tadi sudah berkeliling dari satu mobil ke mobil lainnya, dari satu motor ke motor lainnya, meminta sekoin dua koin. Lalu berbicara dengan anak-anak itu entah membicarakan apa karena aku masih belum bisa mengerti bahasa orang sini. aku jadi bingung harus berkomentar apa. Aku yakin sebenarnya bapak itu pun tak mau menyakiti anaknya. Tapi, apa boleh buat?



Lampu lalu lintas mendadak berwarna hijau. Tak bisa lama-lama aku mengamati anak remaja atau bapak-bapak itu. aku harus kembali mangkayuh sepedaku mengikuti arus kendaraan lain. Pulang menuju kosan. Melepas lelah. Tapi setiba di kosan, dua orang itu membuat aku jadi berpikir..

Entah mereka yang memang bernasib tak beruntung atau dunia yang terlalu kejam?

Tidak ada satu orang-pun yang berharap lahir di dunia dengan masa depan yang tak pasti. Setiap orang normal, pasti akan selalu mengharapkan kebahagiaan terjadi pada setiap episode hidupnya. Fisik yang rupawan, otak yang cerdas, harta yang mencukupi, keluarga yang bahagia, dan masa depan yang cerah. Atau paling tidak, memiliki salah dua atau tiga dari kriteria bahagia tersebut. Mungkin defenisi bahagia bagi setiap orang berbeda, tapi tidak menutup kemungkinan setiap orang berharap untuk memiliki itu semua. Termasuk mereka. Ya, mereka pun mungkin berharap itu semua ada dalam hidupnya. mereka yang berbaju kumal, yang menenteng gelas atau ember kecil penampung receh, yang memikul sekarung botol-botol bekas dipunggungnya, yang menggenggam gitar usang di tiap-tiap lampu merah. Berharap, paling tidak mereka masih bisa makan esok hari..

Bukan mereka yang memilih menjadi orang-orang yang terjebak dalam kondisi seperti itu! mereka juga ingin memiliki mimpi dan bebas mewujudkannya dengan fasilitas yang memadai. Mereka juga ingin bisa hidup layak tanpa harus meminta-minta atau mengandalkan barang bekas orang lain. Mereka juga ingin, setidaknya sekali saja, makan ditempat-tempat mahal yang sering mereka lihat di iklan-iklan tv. Mereka juga ingin punya pakaian bagus dan bermerk. Mereka juga ingin punya rumah sendiri yang layak dan nyaman. Mereka juga ingin sekolah dan bisa kuliah. tapi mungkin karena nasib mereka yang tidak beruntung atau dunia yang terlalu kejam.. Sehingga semua keinginan itu harus membeku.

Yah.. setiap orang memang berhak memiliki pandangan yang berbeda. Mungkin ada juga yang berpikir mereka itu bernasib seperti itu karena kesalahan mereka sendiri yang tak mau berusaha merubah hidupnya. Malas bersakit-sakit dahulu untuk bersenang-senang kemudian. Tidak pandai memanfaatkan celah kesempatan yang ada, hingga nasib mereka, turun temurun begitu-begitu saja. Tapi.. cobalah berpikir, sekali saja, berpikir bagaimana seandainya kita bertukar tempat dengan mereka. Menjalani hidup mereka, merasakan kelaparan mereka..

Melihat mereka, sempat terbesit pikiran bodoh dalam otakku, apa Allah itu tidak adil? Disaat shubuh baru beranjak, kulihat seorang nenek mengorek-ngorek tempat sampah mencari barang-barang bekas yang masih bisa ia jual. Itupun hasilnya tak seberapa dibandingkan dengan lelah kaki tuanya yang berjalan menyusuri tempat sampah demi tempat sampah. Dan disaat yang sama, para petinggi-petinggi korup sedang asyik masyuknya menyeruput kopi pagi. Atau mungkin masih ada yang nyenyak dibalik selimutnya. Tak perlu bersusah payah meniti jalanan untuk mencari makan. Hanya dengan menandatangani ini itu, sejumlah rupiah dalam skala besar bisa langsung masuk ke rekening banknya. Sekali lagi, apa Allah itu tidak adil?

Tapi, entah bagaimana cara menjelaskannya, aku tahu Allah itu adil. Allah itu Maha adil.

Bagi orang-orang yang hidup dengan berlimpah nikmat. Bukan pula mereka yang memilih ada dalam kondisi serba berkecukupan atau-pun lebih seperti itu. ingin apa pun tinggal beli, semua serba tinggal menggesek kartu kredit. Baju bagus-bagus, makan tak perlu berpikir berapa harganya, tidur bisa nyenyak di kasur empuk, punya rumah mentereng, ingin sekolah dimana pun bisa! Bukan mereka yang “memilih” menjadi kaya, tapi Allah-lah yang berkehendak. sekali saja Allah ingin mencabut semua nikmat itu kembali.. semuanya bisa saja hilang. Suatu saat nikmat itu bisa saja hilang..

Allah yang mengaturnya. Allah yang menciptakan keadaan yang tampak timpang ini. Bukan berarti Allah itu tidak adil. Allah itu maha Adil. Keadaan timpang ini diciptakan untuk membuat makhluk yang diberi akal ini bisa berpikir, bagaimana caranya bisa saling melengkapi satu sama lain. Agar yang mereka bernasib lebih baik, berpikir untuk bisa berbagi, bukan semakin tenggelam dalam keinginan-keinginan yang tak pernah sampai pada batas kepuasan. Agar mereka yang mungkin kurang beruntung bisa berpikir untuk bersabar menjalani hidup.

Aku merasa tertampar. Selama ini masih sempat-sempatnya merasa tidak puas dengan apa yang aku miliki sekarang. Mengeluhkan hal-hal sepele. Merasa kekurangan ditengah kecukupan. Aku disini, kakiku disini, memijak tanah kota pelajar yang tak pula semua orang bisa memijaknya. Duduk disini, di bangku kuliah yang tak semua orang bisa merasakannya. masih bisa makan sampai kenyang, masih bisa berpakaian bagus. Seharusnya itu menjadi “cukup” bagiku.

Astaghfirullah…
Aku tak boleh menutup mataku untuk mereka, bukan? Kelak aku harus bisa menjadi orang yang setidaknya, bisa memberi satu catatan kebahagiaan dalam hidup mereka. Untuk bisa berbagi, aku harus berjuang. Tidak menyia-nyiakan apa yang aku miliki sekarang. Harus melejit cepat menjadi orang besar yang bisa menolong banyak orang. Menjadi orang yang mengerti tentang ‘keadilan’ Allah. Karena nikmat yang aku punya, bukan untuk aku sendiri, tapi juga untuk bermanfaat bagi ‘mereka’. Walau kini tanganku masih belum mampu merangkul mereka.. tapi, insyaAllah, suatu saat nanti..

Sudahkah cita-cita kita dirancang untuk dapat bermanfaat bagi banyak orang? Khususnya bagi orang-orang yang membutuhkan ‘manfaat’ dari kita kelak. Karena sebaik-baiknya manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain..

Aku harus peduli pada mereka. kita harus peduli pada mereka..
Read More »»