“This is me. Maaf kalau mengecewakan. Karna saya tidak sebaik yang anda pikirkan.”
Kalau bertanya pada nurani setiap orang, tidak ada orang yang tidak ingin menjadi “orang yang lebih baik”. Sekalipun itu penjahat, selagi ia masih manusia, nuraninya akan selalu menginginkan kebaikan. Begitu juga aku. Aku selalu ingin menjadi orang yang lebih baik. Walau mungkin usahaku untuk menjadi yang lebih baik itu terlihat sia2 di mata orang lain. Tak apa, cukup Allah saja yang tahu.. :)
aku bukannya marah… hanya saja, entah kenapa aku hanya bisa diam menghadapimu, teman. Mendengar penilaianmu terhadapku selama ini. Ah, sudah berapa lama kau memendam rasa tidak tahan terhadapku itu? Rasa yang terdengar olehku hampir sama dengan rasa muak. Hingga dengan begitu saja kau meremove-ku dari daftar temanmu. Sebegitu menjijikannya kah aku?
Kata2mu yang menyinggung tentang akhlaqku itu begitu manis, teman. :)
hingga aku tidak dapat merasakan apa2 saat membacanya. Hanya senyum, tertawa kecil. Hambar, ah.. mungkin aku merasakan sakit. Tapi aku bisa menerima kenyataan itu. Kenyataan, “bahwa di dunia ini tidak semua orang bisa menerimamu.” Dan aku bisa menerima, kalau ternyata dirimu tak bisa menerimaku, teman.
Seolah2 mengecapku seperti orang yang tidak mau menjadi lebih baik. Yang tidak bisa menjaga akhlaq muslimah itu seharusnya seperti apa. Ah, hanya kesalahan kecil bagi banyak orang, tapi dirimu menganggap itu adalah sesuatu yang fatal. Setidaknya, aku merasakan dirimu menatapku demikian. Seolah2 mempertanyakan, akhwat macam apa aku ini?
aku tahu aku bukan orang sempurna. Aku juga merasa tak pantas disebut akhwat. Jangan sebut aku akhwat, teman. Sebutan itu, entah kenapa sekarang2 ini seolah2 menjadi suatu gelar atau apalah. Salah sedikit, akan mencoreng sebutan “akhwat” itu. Aku juga tak mengerti mengapa. Aku hanya ingin disebut dengan muslimah. Muslimah, ya.. cukup muslimah saja. yang masih terus belajar untuk menjadi lebih baik. Dan, yah, kau tidak perlu tau bagaimana aku belajar, teman.
Hanya satu hal yang aku minta. Berhentilah menuntut kesempurnaan. Berhentilah memaksakan orang untuk bisa menjadi “baik” sesuai standarmu itu. Aku tahu dan paham, standar “baik”mu itu sungguh subhanAllah.. tapi mengertilah.. tak semua orang bisa menjadi apa yang kau inginkan. Masing2 orang pun punya standar “baik itu bagaimana” masing2. Asalkan tidak melenceng dari agama yang amat kita banggakan ini. Iya kan?
Ah, tapi.. tetap saja. Sudahlah, sepertinya tak ada gunanya. Kau sudah menilaiku seperti orang yang salah langkahnya. Tak apa, aku terima itu. Tapi.. mungkin aku akan tetap berada dalam langkahku ini. Aku tidak bisa mengikuti langkahmu itu. Maaf aku tidak bisa. Maaf karna aku mengecewakanmu, sementara kau berharap lebih dariku. Tidak bisakah kau hanya terima aku apa adanya sebagai teman?
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al-Kahfi: 45)
BalasHapus