Rabu, 27 Februari 2013

mbak nisa...


Senyummu yang selalu hangat membayang lagi di depan mata. Dirimu yang bagai tiang kokoh yang menopang keluarga ini untuk tetap berdiri. Peluk rangkulmu yang selama ini menghadirkan kehangatan. Sosok keibuan yang meredam keliaran anak-anak liang. Betapa terasa begitu pincangnya keluarga ini setelah kepergianmu. Kini, sudah pasti ‘rumah’ ini tak lagi sehangat dulu.

Apa kabarnya disana, mbak? Apa yang mbak lihat dari atas sana? Mungkin dunia ini sudah terlalu kacau balau untuk ditinggali oleh dirimu yang lurus hatinya. Tuhan di atas sana jauh lebih menyayangimu dibandingkan kami yang kau tinggalkan ini. seperti pepatah lama yang entah datangnya dari mana, “orang baik akan lebih cepat dijemput.” Ketegaran yang selama ini kau perlihatkan, dan segala macam kesulitan yang pandai kau sembunyikan telah mengajariku banyak hal. Mbak masih saja memompa semangat untuk orang-orang disekitar, walau mbak sendiri bersusah payah untuk bersemangat. Mbak selalu tertawa, menebar bahagia, bahkan disaat mbak terbaring di rumah sakit pun, mbak masih saja bisa berkata dengan riang, “aku beneran gak sakit, kok!”

Benar kata ayahku, ajal itu misteri. Belum tentu orang yang selama ini sakit-sakitan bisa meninggal lebih dahulu dibandingkan orang yang sehat bugar. Selama ini, mbak-lah yang sering menemaniku bolak-balik ke dokter, menemaniku ke rumah sakit. Bahkan mbak pula yang paling panik disaat aku mendadak harus masuk UGD. Apa kata mbak saat itu? “kamu itu kan! Gak usah bandel-bandel kenapa? Kenapa kamu paksain tubuh kamu terus?!”. Hmm, aku masih ingat betul wajahmu saat itu, mbak. Marah, gemas melihatku yang saat itu juga hanya bisa cengar-cengir membalas tatapan sebalmu. Aku sangat mengerti, saat itu mbak-lah yang paling khawatir padaku, padahal disaat itu mbak sendiri pun sedang di gerogoti penyakit. Selama ini aku berpikir, usiaku mungkin tak lebih panjang dari orang-orang sekitar yang aku sayangi, termasuk mbak. Tapi ternyata, mbak-lah yang pergi lebih dahulu..

Berita itu terasa seperti petir yang tiba-tiba menyerangku, mbak. Bagaimana bisa? Walau memang terakhir kali mbak kembali di rawat di rumah sakit, tapi bagaimana bisa mbak pergi secepat itu?? Aku marah pada semua orang yang mengabarkan berita itu. Kenapa di hari itu, dengan tega-nya mereka semua membuat lelucon bahwa mbak sudah pergi untuk selamanya? Apa-apaan ini? bukannya mbak sudah mulai sehat?? Bukankah mbak pun sudah mulai bisa pergi ke kampus? Lalu kenapa mereka jahat sekali mengabarkan hoax semacam itu?? Aku rasanya ingin mengamuk di hari itu. Menangis sejadi-jadinya. Bagaimana bisa mbak pergi sebelum aku menjadi adik yang baik untuk mbak?

Padahal, rasanya baru kemarin aku curhat ini itu. Termasuk tentang ‘mas-mas itu’. Baru kemarin mbak masih menggodaku soal ‘mas-mas itu’, baru kemarin juga mbak tertawa terbahak-bahak karena anak satu liang membuat mukaku seperti kepiting rebus dengan menyebut-nyebut nama ‘mas-mas itu’ di depanku. Rasanya juga baru kemarin aku melihat mbak bercerita dengan girang soal mas-mas yang mbak kagumi selama ini, berseru heboh saat orang itu menjenguk mbak di rumah sakit. Andai saja aku bisa membuat mas yang mbak kagumi itu memberi kenangan yang lebih indah, sebelum mbak benar-benar pergi.

Tak ada lagi, tak akan pernah ada lagi yang bisa menggantikan posisi mbak di hati kami. Karena itulah, liang kini terasa lebih hampa tanpa tawa mbak. Dinding-dindingnya terasa dingin tanpa kehangatan mbak..
Semoga disana, mbak sekarang bisa beristirahat dengan tenang ya mbak :’)

semoga Allah selalu menjaga mbak disana, mengampuni segala dosa yang sempat mbak perbuat, melapangkan rumah mbak sekarang ini, meneranginya, mengirimkan malaikat yang baik hati untuk menemani mbak disana. Mbak, entah kapan itu, kita bakal bertemu lagi. Jadi, sabarlah menunggu kami mbak :’D

Khoirunnisa Andryani, andai masih bisa melihat tawamu lagi, mbak. :')


Ps : bg aul bilang makasih, mbak. Karna udah menganggap aku adek selama ini. aku juga, entah gimana ingin membalas semua kebaikan mbak selama ini. terima kasih karena udah mau menganggap aku seperti adek mbak yang sebenernya. Dan maaf, bahkan hingga terakhir aku hanya menjadi adek yang merepotkan. :')

Tidak ada komentar:

Posting Komentar