Malam yang tanpa bintang. Fira terpekur menatap gelapnya langit. Matanya menerawang jauh, jauh ke suatu tempat di sebrang pulau. Sesekali ia mendesah sambil tersenyum tipis. Mencoba untuk menguatkan hatinya. Ia pun bangkit dari duduknya di tepi jendela kamar. Meraih sebuah pena dan secarik kertas. Dan kembali duduk di depan meja belajarnya. Fira menulis sebuah surat…
Welcome home, are…
Bagaimana rasanya kembali menginjakkan kaki di kota kelahiranmu? Semoga kau bisa selamat sampai di depan rumahmu. Pasti kau akan merasakan suatu perasaan aneh saat pertama kali melangkahkan kaki di pekarangan rumahmu yang telah lama tak kau lihat. Rumah di Jalan Rambutan itu. Perasaan rindu…. Apa benar begitu??
Aku senang kau pulang. Dua bulan terakhir ini aku sering bertanya2 kapan kau akan pulang. Dan saat ku dengar kau akan pulang, entah bagaimana aku bisa melukiskan rasa senang ini.
Maafkan aku. Mungkin kau berpikir aku ini begitu egois. Ya, maafkan keegoisanku ini. Seenaknya saja mengatakan kalau kepulanganmu saat ini akan menjadi kesempatan terakhirku untuk bisa melihatmu.
Kau tahu? Betapa hatiku ini sebenarnya tak ingin mendengar ada kata “terakhir”. Haha. Tapi ternyata aku sendiri yang mengucapkan kata2 yang menusuk itu. Aku tahu, mungkin sulit awalnya bagimu untuk memahaminya. Tapi aku yakin, seiring langkahmu, kau akan mengerti.
Teruslah melangkah ke depan dan jangan menoleh lagi ke belakang. Siapa tahu, di depan sana, kita bisa bertemu lagi. Kalaupun tidak… kau pasti akan menemukan orang yang terbaik untukmu.
Aku merasa bodoh karna memaksa diri untuk bisa berjalan di jalan yang sama denganmu. Seharusnya aku tahu, kita memang harus berjalan di jalan kita masing2. belum saatnya kita berada di jalan yang sama. Aku penasaran, ada apa di ujung jalan sana. Benar2 penasaran. Tapi, untuk mengetahuinya, bukankah aku harus fokus terlebih dulu untuk menapaki jalan ini? Hingga nanti aku akan tiba di ujung jalan. Menemukan kebahagiaan yang hakiki. Begitu juga denganmu.
Selamat berjuang! Kita masih punya DIA yang akan selalu menuntun kita di jalan ini. Di jalan kita masing2. Semoga, kita masih diberi kesempatan olehNya untuk memperbaiki diri…
Jaga dirimu baik2. benar-benar kau harus menjaga dirimu baik2.
Are, terima kasih.
Are… selamat tinggal.
Fira
Fira menggigit bibir. Dengan hati yang mantap ia membaca ulang surat itu. Mendesah dan tersenyum tipis. Ia meyakinkan hatinya kalau inilah jalan yang benar untuk dia pilih. Berharap tuhan bisa mengampuni kesalahannya di waktu yang lalu. Tuhan yang maha pengampun…
Fira meraih telepon genggamnya, mencari nomor seseorang. Ia menekan tombol untuk menghubungi seseorang itu. Baru beberapa detik, seseorang diseberang sana sudah mengangkat telponnya.
“Say, thank’s ya!” ucap fira tanpa basa basi.
“hmm? Maksud kamu apa ni? Tiba2 bilang makasih. Hoo… lagi senenng yaa…” balas seseorang di seberang sana.
“hehe. Thank’s tar. Karna tari, aku sekarang bener2 ngerasa kuat.” Fira tersenyum. Bersyukur dianugrahkan seorang sahabat bernama Tari. Tari tertawa.
“hahaha. Gak seberapa kok yang aku kasih. Semangat yak! Kejar dulu cita2 kamu itu. Kalo udah kecapai, baru dah, kalo kamu mau baralek langsung juga gapapa. Hahaha.”
“heh, dasar…. Haha. Oke tar, sori ngeganggu belajar kamu… semangat!!”
“yep! Hayok! Semangaaat!”
Fira kembali mengambil surat yang baru ditulisnya. Melipatnya dengan rapi, dan memasukkannya ke dalam kotak. Surat itu tak akan pernah dikirimkannya. Hanya ia bisikkan kepada angin malam, dan berharap, angin malam menyampaikannya.
Tuhan yang maha pengampun… fira memejamkan mata. Berharap tuhan mau memaafkan kesalahan yang sempat ia perbuat.
“Ya Rabb, ampuni kami…”
subhanallah. ini bagus dek. two thumbs up b>.<d
BalasHapussyukran kaaak... >_<
BalasHapus